Krisis Ancam Pembangunan Infrastruktur

ANTARA percaya dan tidak percaya bahwa krisis ekonomi global akan berpengaruh bagi pembangunan di negeri yang baru akan bangkit dari keterpurukan. Bahkan, masyarakat masih belum merasa lepas dari kesulitan sehingga mereka tidak peka lagi terhadap ancaman-ancaman itu.

Seharusnya tahun 2009 sudah menjadi tahun awal perubahan dalam sektor industri komunikasi dan informatika. Paling tidak dari jadwal semula infrastruktur berbasis IP yang menjadi dasar komunikasi modern sudah tergelar sampai ke dunia internasional dengan kapasitas yang cukup.

Konsentrasi selanjutnya lebih pada pengembangan, seperti proyek Palapa Ring yang sangat didambakan, terutama untuk masyarakat kawasan timur. Program lainnya adalah universal service obligation (USO) untuk membangun jaringan sampai tingkat pedesaan, bahkan proyek ini sedang memasuki tender ulang, belum termasuk implementasi pembangunan sarana WiMAX Indonesia.

Menteri Komunikasi dan Informatika telah memberi perhatian khusus, di antaranya langsung mengutus pejabat tingginya untuk mengunjungi kawasan pembangunan infrastruktur di kawasan terpencil. Setidaknya, Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar sudah terjun langsung ke kawasan Papua, Sumatera Barat, dan Kalimantan untuk meresmikan BTS di kawasan terpencil dalam dua bulan ini saja.

Namun, tampaknya memang tidak mudah membangun kawasan republik yang sangat luas ini. Yang menjadi kekhawatiran sekarang adalah hambatan modal asing untuk mendanai proyek-proyek vital dalam negeri itu, bagaimanapun perangkat infrastruktur sebagian besar masih buatan luar negeri.

Tahun depan ini bukan hanya ancaman krisis dunia, tetapi juga agenda politik nasional dengan adanya pemilu. Memang aktivitas telekomunikasi diperkirakan akan meningkat tajam. Namun, untuk berinvestasi tampaknya mereka juga harus melihat situasi dan berharap situasi politik tetap kondusif.

Pengaruh dunia

Bayang-bayang krisis global sepertinya tidak akan menghentikan proses produksi perangkat bergerak. Persaingan empat besar produsen ponsel dunia, yaitu Nokia, Motorola, Sony Ericsson, dan perusahaan Korsel Samsung, diperkirakan tidak akan mengendur karena di belakang mereka sudah mengancam produsen- produsen agresif, seperti LG dan produsen perusahaan komputer yang mengancam pangsa pasar mereka.

Ini tentu belum termasuk penjual ponsel-ponsel yang berasal dari China meski kemungkinan mereka juga akan mengalami seleksi pasar secara lebih keras. Akibat krisis dunia, produksi ponsel China akan mengalami peningkatan biaya produksi.

Turbulensi akan terjadi pada wilayah abu-abu, pangsa pasar produk seperti ponsel PDA akan menjadi perebutan banyak pemain di sektor industri komunikasi dan informatika. Pasar PDA semakin terlihat seksi di mata para produsen perangkat bergerak, bahkan seperti pembuat laptop dan motherboard, misalnya Asus, juga mulai menggarap pasar itu.

Sementara itu, perusahaan ponsel seperti Nokia mulai menggalang tren dengan ponsel E71. Sony Ericsson baru saja mengeluarkan Xperia untuk bermain di kelas PDA. Gelombang dari kawasan Amerika, cepat atau lambat, akan datang dengan iPhone dan G1, selain tentu saja fenomena BlackBerry yang sudah mengambil hati masyarakat negeri ini.

Tarik-menarik ini juga terlihat pada upaya membangun pengikut dari sistem operasi perangkat bergerak. Microsoft yang ingin berkuasa di dunia mobile secara konsisten mengeluarkan Windows Mobile. Gerakan open source juga gencar, kelompok Google membawa bendera Android, di mana ke depan akan semakin banyak ponsel PDA yang menggunakan sistem operasi hasil pengembangan dari Linux itu, tidak hanya G1 buatan HTC Taiwan. Sementara Nokia baru saja memproklamasikan Symbian sebagai sistem operasi oper source.

Fenomena netbook yang akan mengambil pangsa pasar PDA juga menjadi persoalan baru untuk pasar itu. Jika daya beli menurun, sementara produksi dan produsen bertambah, ini tentu menyulitkan pemasaran walaupun situasi ini juga bisa menjadi strategi untuk bisa mengalahkan kompetitor.

Proses evolusi teknologi perangkat genggam pada tahun mendatang ini kemungkinan tidak akan terkait dengan jaringan. Bagaimanapun vendor ponsel sangat bergantung pada jaringan yang dikembangkan operator, di mana penggelaran infrastruktur akan terhambat pinjaman dollar.

Salah satunya yang akan berkembang secara lebih luas adalah seperti peningkatan resolusi pada layar secara lebih merata, terutama ponsel kelas menengah ke atas. Kalau saat ini resolusi kebanyakan masih QVGA (320 x 240 pixel), ke depan resolusi VGA (640 x 480 pixel) pada layar kecil (sekitar 2,8 inci).

Perkembangan ini terutama karena dipicu oleh meningkatnya kebutuhan untuk menangkap siaran televisi digital pada ponsel. Teknologi ini juga sekaligus akan menjadi senjata bagi perangkat PDA untuk meningkatkan kualitasnya.

This entry was posted in Ekonomi. Bookmark the permalink.

One Response to Krisis Ancam Pembangunan Infrastruktur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *